Fajar Eko Yulianto - 1806015392
Lahan Sawah di desa Dlangu (Dokumen Pribadi Koresponden: Bahruzin Amali)
Cekaman perubahan iklim berdampak kerugian
maupun keuntungan, baik pada fisik, sosial, produk dan juga ekonomi. Sektor
pertanian yang merupakan tanaman pangan merupakan kelompok paling rentan
(mempunyai tingkat kerentanan paling tinggi) terhadap perubahan iklim karena
merupakan jenis tanaman musiman yang pada umumnya relatif sensitif terhadap
cuaca ekstrem, kelebihan maupun kekurangan air dan curah hujan yang tinggi yang
kemudian dapat menyebabkan banjir. Hal itu hanyalah sebagian kecil akibat dari
perubahan iklim yang terjadi di Indonesia, terlebih di desa Dlangu.
Desa Dlangu terletak di Kecamatan Butuh
Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Jarak dari pusat pemerintahan
kecamatan 1 km sedang jarak dari pusat pemerintahan kabupaten berjarak 17 km
dan jarak dari ibukota provinsi Jawa Tengah 150 km. Dengan jarak tersebut cukup
untuk menikmati hamparan luas persawahan yang asri nan indah.
Keadaan tanah di desa Dlangu terlihat subur,
terletak di dataran tinggi dengan dua musim (hujan dan kemarau) sehingga
kandungan air tanah cukup, beriklim tropis dan suhu udara rata-rata berkisar
26ºC. Dengan luas wilayah 216 Ha, desa Dlangu dipadati penduduk kurang lebih
3000 jiwa (2019) yang mayoritasnya berprofesi sebagai petani untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi rumah tangga sehari-hari.
Seperti Bahruzin Amali (20) adalah salah seorang
pemuda di desa Dlangu yang sehari-harinya berprofesi sebagai pedagang online.
Selain itu, Ia juga membantu memelihara domba milik kedua orangtuanya sebagai
investasi untuk keperluan yang akan datang. Ayam juga dipeliharanya sebagai
tambahan penghasilan dan hiburan serta Ia membantu kedua orangtuanya mengolah
lahan pertanian. Maka dari itu, Ia cukup paham menceritakan bagaimana kegiatan
pertanian di tengah perubahan iklim ketika diwawancarai melalui WhatsApp.
Biasanya, waktu tanam padi dilakukan di akhir
musim penghujan dan awal musim kemarau jika perubahan iklim tidak
mempengaruhinya.
“Saat ini, perubahan iklim tidak mempengaruhi
waktu tanam. Walaupun iklim tidak mempengaruhi bukan berarti para petani
melakukan penanaman secara serentak karena sumber air yang disalurkan melalui
pengairan dilakukan secara berbeda. Jika terjadi banjir biasanya petani menunda
waktu penanaman hingga air surut kurang lebih selama 2 minggu tergantung
ketinggian air yang menggenangi lahan,” ujarnya.
Perubahan iklim sangat dipengaruhi oleh
pemanasan global. Akibat pemanasan global curah hujan lebih terfokus pada musim
hujan, sedangkan musim kemarau cenderung lebih kering. Sehingga menyebabkan
kekeringan dalam waktu lama dan suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan
penguapan. Oleh karena itu, hasil produksi pertanian rentan terhadap kenaikan
suhu yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan gagal panen. Kenaikan suhu dapat
mempengaruhi meningkatnya jumlah hama. Jenis hama yang sering ditemukan oleh
para petani, yaitu keong, tikus, wereng, walang sangit, burung dan
ulat.
“Hasil panen saat perubahan iklim biasanya
mengalami penurunan. Tetapi, itu tidak semua dirasakan oleh para petani karena
ketika hama menyebar petani sudah siap untuk menanggulanginya dengan melakukan
penyemprotan untuk menjaga kualitas padi,” ujarnya.
“Kegagalan panen yang saya alami biasanya
terjadi saat banjir. Jadi, jika terjadi hal seperti biasanya dilakukan
penanaman ulang. Tapi, ada juga kegagalan panen karena hama,” sambungnya.
Lahan dengan ukuran 1 ubin sama dengan 14 meter
persegi dapat menghasilkan kurang lebih 1 ton padi. Terkadang naik atau turun
tergantung perubahan iklim dan jumlah hama.
Untuk menghadapi perubahan iklim, para petani
tergabung dalam kelompok tani yang ada di desa, yaitu kelompok Tani Makmur.
Pemerintah desa setempat bekerja sama dengan kelompok tani dan terkadang juga
dengan mahasiswa yang sedang praktik pengalaman lapangan melakukan antisipasi
dan mitigasi.
“Dengan menormalisasi irigasi, menyediakan pompa
air buat persiapan pengaliran air dari sungai kecil apabila sawah kekeringan
dan mensosialisasikan padi dan pupuk varietas unggul. Kelompok tani juga
mempunyai program pompanisasi sawah Krajan,”s ujar Agus
Winarto salah seorang perangkat desa setempat ketika dihubungi melalui WhatsApp.
Maka dari itu, di tengah perubahan iklim para
petani sudah siap dengan kemungkinan yang terjadi dan dapat mencegah serta
menanggulanginya.
Komentar
Posting Komentar